Keikhalasan ada ketika Anda mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia  Tidak sedikit manusia hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Bila orang itu menuntun pada keridhaan Allah, sungguh kita sangat beruntung. Tapi tak jarang orang itu memakai kekuasaannya untuk memaksa kita bermaksiat kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Di sinilah keikhlasan kita diuji antara memilih keridhaan Allah atau keridhaan manusia yang mendominasi diri kita. Ikhlas ada saat Anda cinta dan marah karena Allah, Adalah ikhlas saat anda menyatakan cinta dan benci, memberi atau menolak, ridha dan marah kepada seseorang atau sesuatu karena kecintaan anda kepada allah dan keinginan membela agama-Nya, bukan untuk kepentingan pribadi.
Keikhlasan hadir saat Anda sabar terhadap panjangnya jalan Keikhlasan Anda akan diuji oleh waktu. Sepanjang hidup Anda adalah ujian. Ketegaran Anda untuk menegakkan kalimat-Nya di muka bumi meski tahu jalannya sangat jauh, sementara hasilnya belum pasti dan kesulitan sudah di depan mata, dan amat sangat penuh dengan godaan dan ujian. Hanya orang-orang yang mengharap keridhaan Allah yang bisa tegar menempuh jalan panjang itu. 

Dunia adalah ujian bagi seluruh penghuninya, terutama manusia yang memang telah diciptakan dengan nafsu, akal, dan hati. Manusia yang memang telah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu Wata'ala untuk menjadi khalifah di muka bumi, tentu tidak akan ada yang dapat terlewat dari jerat ujian dan cobaan hidup yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wata'ala. Artinya, sebuah perbuatan baru dikatakan sebagai perbuatan yang ikhlas manakala tidak mengharapkan imbalan sekecil apapun, kecuali hanya mengharapkan balasan dan ridho Allah Subhanahu Wata'ala. Hal ini telah disampaikan oleh Allah swt di dalam Al Quran yang artinya: “Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian pula Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah”, (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).” (QS. At Taubah : 59) 

Ikhlas, yaitu bersih dari segala bentuk pamrih dan harapan kepada selain Allah swt, sebesar apapun pamrih dan harapan tersebut. Satu-satunya harapan yang boleh dan wajib ada di dalam sebuah keikhlasan hanyalah keridhoan Allah Subhanahu Wata'ala semata. 

Pelajaran bahwa betapa pentingnya nilai sebuah keikhlasan, yakni berbuat kebajikan tanpa pamrih kecuali hanya mencari ridho Allah Subhanahu Wata'ala semata.. Ikhlas ini merupakan ruh ibadah kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Karena itu untuk mewujudkan ibadah yang berkualitas kepada Allah Subhanahu Wata'ala.  kita harus pandai-pandai menata niat. Niat inilah yang akan membawa konsekuensi pada diterima atau tidaknya suatu ibadah yang kita lakukan. 

Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya, seseorang itu akan memperoleh apa yang telah diniatkannya. Barang siapa hijrahnya itu karena Allah dan rasulnya, maka ia akan memperoleh pahala dan barang siapa hijrahnya itu karena harta atau wanita, maka ia akan memperoleh apa yang telah diniatkannya itu.” Memang niat mudah diucapkan namun sukar untuk dipraktikkan. Saat kita punya niat baik, maka saat itu juga iblis telah bersiap siaga untuk menjerumuskan dan merusaknya. Padahal awalnya niat itu murni karena Allah. Itulah sebabnya, Ibnu Qoyim mengatakan bahwa ikhlas itu membutuhkan keikhlasan (al-ikhlashu yahtaju ilal ikhlash). Niat itu bersarang dalam hati. Agar ia tetap terjaga utuh, seseorang harus menata niatnya sebelum melakukan amal, ketika melakukannya, dan sesudah selesai. Dan hal itu bisa dimiliki dengan melalui berbagai latihan (riyadhah) mental yang intensif, yakni berusaha menata niat, karena ia tidak akan serta merta bersih dengan sendirinya. Yang perlu diwaspadai, iblis menggoda manusia sesuai dengan kualitas ketaatannya kepada Allah. Semakin berkualitas seseorang kepada Allah, maka akan digoda oleh iblis kelas berat. 

Di sinilah pentingnya kita selalu memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu Wata'ala untuk menjaga niat. Apalagi manusia memiliki nafsu yang cenderung mengarahkan kepada hal-hal yang buruk dan jahat. Bila ia tidak diarahkan sebagaimana mestinya, maka ia akan bekerja sama dengan iblis untuk merusak niat seseorang, baik itu lewat penyakit ujub, riya, dan sum’ah. Kunci ibadah adalah ikhlas. Dan ikhlas itu ada di dalam hati orang yang melakukan amal tersebut. Maka sah atau tidaknya pahala amal itu, tergantung pada niat ikhlas atau tidak hati pelakunya. Jika dalam melakukan amal itu hatinya bertujuan untuk mendapat pujian dari manusia, maka hal itu berarti tidak ikhlas. Akibatnya amal ibadah yang diusahakannya tidak menerima pahala dari Allah. 

Wallahu A'lam

0 comments